Menurut Iqna, Ibu kota Bahrain menjadi tuan rumah pertemuan bertajuk "Dialog antara Timur dan Barat untuk Koeksistensi Manusia" selama dua hari mulai Kamis, 3 November, dimana Pemimpin umat Katolik dunia dan Syekh Al-Azhar adalah tamu penting dalam pertemuan ini.
Asosiasi Islam Nasional Al-Wefaq Bahrain pada Jumat malam dalam pernyataannya menanggapi kata-kata Paus Fransiskus tentang perlunya menghormati hak asasi manusia di Bahrain, menyebutkan: “Dalam asosiasi ini, kami menyatakan dukungan kami atas apa yang dinyatakan dalam pidato Paus Fransiskus mengenai perlunya Bahrain menerapkan seperangkat hukum dan prinsip yang terkait dengan kebebasan, menghentikan diskriminasi, dan menghormati hak asasi manusia.”
“Usulan kami adalah untuk mengubah rekomendasi dari pemimpin Katolik dunia menjadi dokumen sejarah untuk toleransi dan pluralisme, menghentikan diskriminasi dan mencoba untuk menciptakan kemitraan sosial dan politik,” imbuhnya.
Asosiasi itu menambahkan: "Kami menghargai apa yang telah dilakukan Paus, karena dia dengan lantang menekankan perlunya pemublikasian pada persamaan hak dan memastikan rasa hormat dan perhatian bagi semua orang yang merasa seperti para tahanan di pinggiran masyarakat, dan menyerukan penghapusan hukuman mati dan jaminan hak asasi manusia bagi semua warga negara.”
Dalam pidato bersejarahnya selama kunjungan pertamanya ke Bahrain, Paus Fransiskus menyampaikan paket nilai dan hukum kemanusiaan yang esensial dan penting terkait dengan krisis politik, hukum dan kemanusiaan di Bahrain dan secara langsung merujuk pada Pasal 18 dan 22 Konstitusi Bahrain, yang menganggap larangan diskriminasi agama sebagai kewajiban yang jelas yang harus dilaksanakan dalam praktik.
Para peserta demonstrasi yang digelar di berbagai daerah ini membawa plakat dan meneriakkan slogan-slogan, menuntut boikot acara pemilihan rezim Al-Khalifa dan mengadakan referendum di negara ini. (HRY)